Pages

Kamis, 06 Februari 2014

SEJARAH TRANFSORMASI PENDIDKAN ISLAM DI INDONESIA (MASA KERAJAAN DAN PENJAJAHAN)

SEJARAH TRANSFORMASI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
(MASA KERAJAAN DAN PENJAJAHAN)
OLEH : NURHAYATI

A.      MUKADDIMAH
Pendidikan tidak akan berarti bila tidak ada manusia di dalamnya, sebab manusia merupakan subjek dan objek dari pendidikan. Fungsi pendidikan di sini, yaitu berupaya mengharmonisasikan kebudayaan lama dengan kebudayaan baru secara dinamis.
Maka pendidikan merupakan bagian yang signifikan dalam kehidupan manusia. Dan, manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan. Karena hal itulah, pendidikan merupakan sebuah proses yang sangat vital dalam kelangsungan hidup manusia. Tak terkecuali pendidikan Islam, yang dalam sejarah perjalanannya memiliki berbagai dinamika.
Eksistensi pendidikan Islam di Indonesia banyak diwarnai perubahan, sejalan dengan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Kemunculan dan perkembangan transformasi pendidikan Islam, telah lama  mewarnai pendidikan di Indonesia dimulai sejak Islam masuk ke Indonesia dan terjadi ketika kontak pribadi berlangsung hingga terbentuknya komunitas Islam. Pendidikan Islam menciptakan kekuatan-kekuatan yang mendorong untuk mencapai tujuan sekaligus menentukan perencanaan dan arah tujuan sebuah perkembangan. Dengan demikian, dinamika sebuah peradaban mau tidak mau akan melibatkan peranan pendidikan, walaupun dalam kapasitas yang sederhana.
Pendidikan Islam itu bahkan menjadi tolok ukur, bagaimana Islam dan umatnya telah memainkan peranannya dalam berbagai aspek pendidikan, social, politik maupun budaya. Oleh karena itu, untuk melacak pendidikan Islam di Indonesia tidak mungkin lepas dari fase-fase yang dilaluinya. Dalam makalah ini, penyusun hanya memasukkan  dua fase, yaitu: Pendidikan Islam di Indonesia pada zaman kerajaan-kerajaan Islam, Pendidikan Islam di Indonesia pada zaman penjajahan (Belanda dan Jepang). Dari fase tersebut diharapkan bisa sedikit membantu dalam melacak transformasi pendidikan Islam di Indonesia.
Maka dari itu, makalah ini akan membahas tranformasi pendidikan Islam di Indonesia masa kerajaan dan penjajahan Belanda dan Jepang.

B.      Definisi Tranformasi Pendidikan Islam
 Dalam bahasa inggris adalah transform berarti merubah bentuk atau rupa, transformation berarti perubahan bentuk atau jelmaan.[1] Sedangkan Pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir adalah pendidikan berdasarkan pada ajaran Islam yang mengarah kepada bimbingan atau suatu pembinaan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa tranformasi pendidikan Islam adalah suatu perubahan atau jelmaan pendidikan yang berdasarkan pada ajaran Islam yang mengarah kepada bimbingan atau pembinaan oleh pendidik kepada anak didik untuk terbentuknya kepribadian yang baik.

C.      Tranformasi Pendidikan Islam Masa Kerajaan dan Penjajahan (Belanda dan Jepang)
Peranan pendidikan dalam Islam sangat besar, dalam usaha menciptakan kekuatan-kekuatan yang mendorong ke arah pencapaian tujuan yang dikehendaki. Kegiatan pendidikan Islam di Indonesia lahir dan tumbuh serta berkembang dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia.
Pendidikan Islam di Indonesia tak lepas dari pendidikan pada masa rasulullah, yang proses pembelajarannya masih menggunakan metode-metode lama. Di dalam perjalanannya, sejarah pendidikan Islam di Indonesia cukup panjang jauh sebelum Indonesia merdeka, yaitu pada masa kerajaan dan kolonialisme (masa penjajahan). Maka,  di bawah ini akan di bahasa kedua fase terbut.
           1.      Peranan Pendidikan Islam dalam proses Islamisasi di Indonesia
Berbicara tentang pendidikan tentu sebaiknya dimulai dari membicarakan apa sebetulnya esensi pendidikan tersebut. Dipandang dari sudut definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan, dapat diambil kesimpulan bahwa hakikat pendidikan itu adalah proses pembentukan manusia ke arah yang di cita-citakan. Dengan demikian, pendidikan Islam merupakan proses pembentukan manusia sesuai dengan tuntunan Islam. Dalam teori pendidikan dikemukakan ada 3 hal yang ditransferkan dari si pendidik kepada si terdidik, yaitu transfer ilmu, transfer nilai dan transfer perbuatan. Di dalam proses penstransferan inilah berlangsungnya pendidikan. [2] Oleh karena itu, proses pendidikan bisa berlangsung secara formal, non formal, dan informal.
 Berdasarkan ungkapan di atas, dapat dimaklumi betapa luasnya ruang lingkup pendidikan, sehingga setiap perbuatan yang pada intinya penstransferan ilmu, nilai, aktivitas dan keterampilan dapat disebut pendidikan. Karena itu, dapat dipastikan pendidikan Islam telah berlangsung di Indonesia sejak muballigh pertama melakukan kegiatannya dalam rangka menyampaikan ke Islaman, baik dalam bentuk penstransferan pengetahuan, nilai, dan aktivitas. Daulay menjelaskan ada 5 unsur dasar pendidikan yaitu, adanya unsure pemberi, adanya unsure penerima, adanya tujuan baik, adanya cara atau jalan yang baik, konteks yang positif upaya pendidik adalah menumbuhkan konteks positif dengan menjauhi konteks negative.[3]
Para muballigh ini bukan sekedar berdagang akan tetapi berdakwah menyebarkan Islam ke sesama pedagang serta penduduk asli hingga para pedagangpun yang masuk Islam akan menyebarkan kependuduk lainnya, karena umumnya pedagang dan para keluarga rajalah yang masuk Islam hingga pola pemerintahannya akhirnya sangat berpengaruh dengan ajaran Islam.[4] Berdasarkan hal tersebut, aktivitas yang dilakukan oleh mubaligh awal yang datang ke Indonesia baik sebagai pedagang ataupun sebagai mubaligh kegiatan mereka dogolongkan sebagai kegiatan pendidikan. Dengan demikian, pendidikan Islam di Indonesia berlangsung sejak Islam masuk ke Indonesia dan telah memainkan perannya dalam proses Islamisasi di Indonesia.
Pada tahap awal Pendidikan Islam berlangsung secara informal (masih dilakukan di masjid-masjid). Para muballigh menunjukkan akhlakul karimah dan contoh teladan dalam hidup mereka sehari-hari. Sehingga masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk agama Islam. Lewat pergaulan antara muballigh dengan masyarakat sekitar maka terbentuklah masyarakat muslim. Masyarakat muslim inilah yang merupakan cikal bakal tumbuh dan berkembangnya kerajaan Islam.
Adapun kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah Pasai, berdiri pada abad ke-10 M. dengan rajanya yang pertama Al-Malik Ibrahim bin Mahdum dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah. Ibnu Batutah dari Maroko, mengelilingi dunia dan singgah di kerajaan Pasai pada zaman Al-Malik Al-Zahir menerangkan sistem pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai.[5] Adapun sistem pendidikan yang berlaku di Pase zaman Kerajaan ini sebagai berikut:
            a.      Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at ialah Fiqih
            b.      Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis taklim dan halaqah
            c.       Tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh ulama
            d.      Biaya pendidikan agama bersumber dari negara.
Kerajaan Islam yang kedua adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang ke-6 bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin, adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam. Lembaga tersebut mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, seperti kitab Al-Um karangan Imam Syafi’i. Dari Pasai dan Perlak ini, dakwah Islam disebarkan ke negeri Malaka, Sumatera Barat, dan Jawa Timur.[6]
Kerajaan Aceh Darussalam yang diproklamasikan pada tanggal 12 Zulkaedah 916 H, menyatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan di luar negeri. Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar mendapat perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga Negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, di antaranya:[7]
1.      Balai Seutia Hukama, lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli piker dan cendekiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.      Balai Seutia Ulama, jawatan pendidikan yang mengurusi masalah pendidikan.
3.      Balai Jamaah Himpunan Ulama, tempat studi para ulama dan sarjana dalam membahas persoalan-persoalan pendidikan.
Adapun jenjang pendidikannya adalah sebagai berikut:
1.      Meunasah/Madrasah, bagi masyarakat Aceh meunasah memiliki multifungsi. Meunasah sebagai tempat ibadah, tempat pertemuan, musyawarah, tempat menginap bagi musyafir, tempat belajar berfungsi sebagai sekolah dasar, terdapat di setiap kampung, materi yang diajarkan: menulis dan membaca huruf Arab, ilmu agama, bahasa Jawi/Melayu, akhlak, dan sejarah Islam.
2.      Rangkang, adalah tempat tinggal murid yang dibangun di sekitar masjid. Rangkang sebagai tempat berbagai aktifitas umat termasuk pendidikan, setingkat dengan Madrasah Tsanawiyah, materi yang diajarkan: bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung (hisab), akhlak, fiqih, dan lain-lain.
3.      Dayah, berasal dari bahasa Arab zawiyah. Kata zawiyah merujuk kepada sudut dari satu bangunan dan sering dikaitkan dengan masjid. Dayah  setingkat dengan Madrasah Aliyah, materi yang diajarkan: fiqih (hukum Islam), bahasa Arab, tauhid, tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata Negara, ilmu pasti, dan faraid.
Melihat lembaga dan jenjang di atas, jelaslah bahwa ilmu pengetahuan dan pendidikan pada fase kerajaan ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Walaupun sudah terdapat pembagian tingkatan akan tetapi pada masa kerjaan perlak ini tempat untuk melakukan transformasi pendidikan masih menggunakan areal masjid.

Sedangkan di wilayah Minangkabau, Seperti yang dilansir oleh para ahli sejarah bahwa, dari Acehlah Islam mengembangkan sayapnya ke daerah pulau Jawa dan ke Sumatera Barat dan dalam cacatan sejarah ada yang berpendapat Islam lebih dahulu menginjakkan kakinya di Sumatera Barat dari pada di Pulau Jawa. Mahmud Yunus mengutip pendapat Jurji Zaidan dalam buku Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, bahwa agama Islam masuk ke Minangkabau kira-kira tahun 1250 M, maka tentu pada waktu itu pulalah mulainya sejarah pendidikan Islam. Ada pula yang berpendapat bahwa di Gresik (Jawa Timur) ditemui adanya tanda-tanda masuknya agama Islam lebih dahulu, yaitu tahun 1082 M, tetapi kerajaan Islam pertama adalah di Aceh. Telepas dari perbedaan ini, kajian dalam tulisan ini mendahulukan gambaran pendidikan Islam di Sumatera Barat (Minangkabau).[8]
               Samsul Nizar dalam buku Sejarah Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia menulis bahwa "Lembaga pendidikan Islam di Minangkabau pada awal perkembangan Islam adalah melalui Surau, di mana tatkala Islam masuk, kehadiran surau pertama sekali diperkenalkan oleh Syekh Burhanuddin sebagai tempat melaksanakan shalat dan tarekat (suluk)" yang beliau laksanakan di Ulakan Padang Pariaman.
Menurut catatan sejarah sebelum Islam datang, di Minangkabau sudah ada bangunan pelengkap Rumah Gadang untuk tempat berkumpul dan bermusyawarah dengan nama Uma Galanggang. Hal senada juga dapat dilihat paparan Sidi Gazalba dala buku Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, mengatakan bahwa "surau sebelum datangnya Islam merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Minangkabau, dengan nama Uma Galanggang sebagai tempat mufakat suku dan tempat tidur para pemuda dan orang-orang tua yang sudah uzur". Setelah masuknya Islam fungsi surau (yang dulunya Uma Galanggang) semakin bertambah, yaitu tempat belajar membaca al-Qur'an, mengaji dan tempat belajar dasar-dasar agama bagi anak-anak, pemuda san orang-orang tua yang sudah tidak produktif lagi.[9]
Hasil penelitian tentang hakikat Fakih Saghir Syekh Jalaluddin Ahmad, sebagaimana ditulis Rusdi Ramli dalam Laporan Penelitian Hikayat Faqih Saghir Ulamiah Saming Syekh Jalaluddin Ahmad Koto, Ulakan merupakan mata rantai pertama perkembangan surau sebagai pusat pengembangan ilmu agama Islam dengan aliran tarekat Sattariyah Dengan demikian sebelum Syekh Burhanuddin sudah banyak tersebar pusat-pusat perguruan Islam di daerah Minangkabau dengan Ulakan sebagai pusat keagamaan tertinggi pada saat itu, terutama masalah tarekat sattariyah.[10]
Dalam penelitian Rusdi Ramli selanjutnya, pendidikan Islam di Minangkabau terjadi pembidangan ilmu pengetahuan agama Islam, dengan arti kata masing-masing surau menghasilkan murid sesuai dengan keahlian gurunya masing-masing. Bidang ilmu pengetahuan dan keahlian itu adalah seperti :
1.      Ilmu Mantiq dan Ma'ani yang berasal dari Tuanku di Tampang Rao, kemudian berpindah dan dikuasai sepenuhnya oleh Tuanku Nan Kaciak dari Koto Gadang.
2.      Ilmu Hadits, tafsir dan faraidh berpusat dan dikembangkan oleh Tuanku Sumaniak.
3.      Ilmu Sharaf dikembangkan oleh Tuanku di Talang yang berasal dari daerah Solok.
Untuk mendalami masing-masing ilmu itu seorang murid belajar berpindah-pindah dari seorang guru kepada guru yang lain, atau dari satu surau ke surau yang lain. Sedangkan metode pengajaran ketika itu Samsul Nizar mengatakan "surau menggunakan sistem halaqah".
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa, surau sebelum Islam masuk pada mulanya berfungsi sebagai tempat bermusyawarah suku dan tempat tidur para pemuda dan orang-orang tua, kemudian setelah Islam masuk fungsinya bertambah sebagai tempat pengajaran ilmu-ilmu agama Islam, seperti Tarekat, Ilmu Mantiq, Ma'ani, Ilmu Hadits, Tafsir, Fiqih dan Nahu Sharaf yang diajarkan oleh para ulama serta tentunya juga sebagai tempat beribadah.
Dalam perkembangan selanjutnya di Miangkabau, sesuai dengan tuntutan masyarakat surau-surau ini banyak berkembang menjadi sebuah madrasah, dengan metode pengajaran yang bervariasi, yaitu dengan menggabungkan sistem klasikal dan halaqah. Madrasah-madrasah ini seperti MTI Candung di Agam, MTI Jaho di Padang Panjang, MTI Batang Kabung di Padang dan sebagainya.[11]
Begitupun pada masa wali songo, Peranan para Wali (Walisongo) dalam penyebaran agama Islam di Jawa sudah tidak diragukan lagi. Dengan kerja keras dan ketekunan serta keikhlasan beliau agama Islam mampu merebut hati masyarakat.  Beliau menyebarkan Islam di Jawa, dengan berdirinya kerajaan para wali yaitu kerajaan Demak.
Metode pendidikan yang digunakan oleh para wali kebanyakan menggunakan media pondok pesantren atau padepokan. Beliau-beliau mengajarkan para santri dan masyarakat berbagai ilmu keagamaan.[12]
Adapun pendekatan pendidikan yang dilakukan Walisongo dalam mentransformasikan ajaran agama Islam, yaitu:[13]
a.      Modeling
Modelling diartikan sebagai model, contoh, panutan. Artinya dalam menyampaikan ajaran Islam tidak hanya sekedar memberitahu hal-hal yang sifatnya hanya kognitif semata, tetapi juga dengan cara memberikan contoh. Oleh karena itu perlu adanya sebuak objek yang bisa dijadikan teladan atau panutan. Dalam dunia Islam Rosululloh adalah seorang pemimpin yang tidak diragukan lagi. Karena kemuliaan akhlaknya beliau dijadikan sebagai sumber referensi pola kehidupan sehari-hari umat Islam. 
Walisongo sebagai penyebar ajaran Islam yang juga menjadi kiblat kaum santri sudah barang tentu berkiblat pada para guru besar dan pimpinan kaum muslimin, yaitu Nabi Muhammad SAW. Kekuatan modeling ditopang dan sejalan dengan sistem nilai Jawa yang mementingkan paternalism (system kepemimpinan berdasarkan hubungan bapak dan anak) dan patron-client relation (hubungan pelindung-klien / yang dilindungi) yang sudah mengakar dalam budaya masyarakat Jawa.
b.      Substantive,
Pendekatan substantif adalah pendekatan yang dalam pengajarannya lebih mengutamakan materi pokok/inti pokok pengajaran. Dalam Islam ajaran tauhid adalah satu materi pokok yang disajikan sejak awal. “Karena lebih mengutamakan pendekatan substantive maka jika terlihat pendekatan Walisongo sering menggunakan elemen-elemen non-Islam, sesungguhnya hal ini adalah means atau a matter of approach, atau alat untuk mencapai tujuan yang tidak mengurangi substansi dan signifikansi ajaran yang diberikan. Dengan kata lain, wisdom  dan mau`idhah hasanah adalah cara yang dipilih sesuai dengan ajaran Al-Quran (An-Nahl : 125)”
Dengan pendekatan seperti itulah masyarakat Jawa dapat menerima Islam secara damai dan dapat tersebar luas di tanah Jawa.
c.       Tidak diskriminatif
Konsep pendekatan yang diterapkan Walisongo dalam mentranfer pendidikan Islam dengan menganggap semua manusia sama, maka semuanya berhak untuk mendapatkan ilmu Islam dari mereka (Walisongo). Sehingga wajar jika kiranya Islam dikatakan sebagai agama yang rahmatan lil`alamiin, sebab tidak ada istilah diskriminasi dalam pembagian hak serta kewajiban bagi tiap individu.
Meskipun dikatakan sebagai pendidikan yang merakyat, namun pendidikan Islam Walisongo juga ditujukan pada penguasa. Keberhasilan Walisongo terhadap pendekatan yang terakhir ini biasanya terungkap dalam istilah populer Sabdo Pandito Ratu yang berarti menyatunya pemimpin agama dan pemimpin Negara. Dengan kata lain, ulama dan raja tidak mendapatkan tempat dalam ajaran dasar Walisongo. Ajaran ini adalah warisan Sunan Kalijaga, tokoh yang mewariskan system kabupaten di Jawa.
d.      Understable and Applicable (mudah dipahami dan dilaksanakan)
Konsep transfer pendidikan yang tidak muluk-muluk dan cara penyampaian yang sederhana namun mengena, lebih mudah untuk ditangkap oleh masyarakat yang sebagian besar masih rendah tingkat pemahamannya.
Proses penyampaian tidak hanya dengan ceramah tetapi juga menggunakan metode dan media lain. Seperti media pewayangan misalnya. Wayang sebenarnya tidak berasal dari Islam, namun dengan mengganti substansi wayang tersebut dengan inti ajaran Islam, maka proses pendidikan Islam masih dapat dilaksanakan. Ajaran rukun Islam dengan demikian dapat ditemukan dalam cerita pewayangan seperti syahadatain yang sering dipersonifikasikan dalam tokoh puntadewa, tokoh tertua diantara Pandawa dalam kisah Mahabarata.
e.      Pendekatan kasih sayang
Bagi walisongo, mendidik adalah tugas dan panggilan agama. Mendidik murid sama halnya dengan mendidik anak kandung sendiri. Pesan mereka dalam konteks ini adalah sayangi, hormati, dan jagalah anak didikmu, hargailah tingkah laku mereka sebagaimana engkau memperlakukan anak turunmu. Beri mereka pakaian dan makanan hingga mereka dapat menjalankan syariat Islam, dan memegang teguh ajaran agama tanpa keraguan.

Setelah itu, bermunculanlah kerajaan – kerjaan Islam lain seperti, kerjaan Islam Maluku, Kalimantan, Sulawesi yang semua itu mengajarkan dengan metode pendirian pondok pesantren. Dan boleh dikatakan bahwa pondok pesantren sangatlah berperan penting dalam mentranformasikan pendidikan Islam di Indonesia. Dan pondok pesantren ini adalah warisan dari sunan  

a.      Masa Penjajahan
Banyak pengaruh pendidikan Islam pada fase ini, sebab Indonesia dijajah oleh Negara Portugis, Sepanyol, Belanda dan Jepang. Semua mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam perubahan pendidikan di Indonesia. Yang sangat berpengaruh sekali adalah pada masa penjajahan Belanda dan Jepang yang telah menjajah Indonesia paling lama. Maka di bawah ini akan di bahas pada masa tersebut.
1.      Masa Penjajahan Belanda.
Dengan berakhirnya kekuasaan Portugis, maka timbullah kekuasaan baru, yakni kekuasaan Belanda. Orang-orang Belanda yang mula-mula datang ke Indonesia adalah para pedagang yang tergabung dalam “Vereenigde Oest Indische Compagnie” atau disingkat VOC, yang beragama Kristen Protestan. Kebijakan pendidikan VOC adalah melanjutkan kebijakan yang telah dimulai oleh orang-orang Portugis, tetapi terutama berdasarkan agama Kristen Protestan. Untuk keperluan inilah didirikan sekolah-sekolah, terutama daerah-daerah yang telah di-Nasranikan oleh bangsa Portugis dan Spanyol, seperti di Ambon, Ternate, dan lain-lain.[14]
Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan kejuruan tidak diselenggarakan Inipun tidak mengherankan, kerena pengajaran Kompeni mempunyai dasar keagamaan. Pikiran, bahwa taraf ekonomi masyarakat dapat dinaikkan oleh pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan baru muncul dalam abad ke-19 yang diselenggarakan oleh kolonial Belanda. Akan tetapi pendidikan bagi pribumi yang beragama Islam tidak ada masalah, karena sistem-sistem langgar, pesantren dan madrasah masih dapat berjalan terus. Juga sekolah/pendidikan bagi pegawai-pegawai VOC dan pribumi beragama/pemeluk agama Kristen telah diatur oleh pemerintahan VOC.[15]
Kemunduran perusahaan VOC pada akhir abad 18 menyebabkan VOC tidak sanggup dan tidak dapat berfungsi lagi sebagai pengatur pemerintahan dan masyarakat jajahannya sehingga pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan Hindia-Belanda.



Pengaruh Aufklarung
Pada abad ke-17 telah muncul suatu aliran dari Eropa yang kita kenal dengan nama “Aufklarung” dan pada abad ke-18 aliran ini mempengaruhi seluruh Eropa. Dengan adanya “Aufklarung” ini memberikan kecerahan kepada pendidikan Indonesia. “Aufklarung” yang berarti fajar atau terang menghendaki yang pertama agar manusia dibebaskan dari absolutisme Negara dan mengharapkan agar kebebasan, terutama kebebasan ekonomi, dapat menghasilkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi seluruh ummat manusia (Liberalisme). Yang kedua adalah Pendidikan hendaknya dapat membebaskan manusia, pengajaran harus lepas dari gereja. Hendaklah negaralah yang harus menyelenggarakannya. Yang ketiga adalah mengemukakan juga pentingnya penerangan (pengajaran) bagi rakyat umum.[16]
Dengan disingkirkannya Agama dari lumbung, dan pangung kekuatan sosiopolitik eropa pada abad auflarung atau pencerahan, dengan menghapuskan kekuasaan politik gerejawi dan teokrasi di banyak negara kolonialis kapitalis eropa. Menjadikan apa yang disebut kekalahan dari Islam dan timur menjadi bukan hantu masa lalu lagi bagi bangsa barat. Rennaissace merupakan semangat baru yang kemudian menjadi pelopor berbagai perkembangan dari bangsa ini. Sedangkan jauh di timur keagungan budaya Islam tertera dengan berbagai puncak kejayaan ekonomi dan kebudayaan materiil. Tetapi roda sejarah kembali berputar. Karena tercatatnya beberapa kemunduran Islam yang disebabkan karena konflik internal dari berbagai magzab dan persaingan dari beberapa mandala yang resisten terhadap peyebaran Islam yang ternyata disertai oleh berbagai penaklukkan dinasti atau kekuatan non-islam.

Sikap Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa kedatangan penjajah Belanda di bumi Nusantara untuk mengemban fungsi ganda, yaitu melakukan penjajahan dan salibisasi. Oleh karena itu, tujuan kaum penjajah adalah untuk mempertahankan pemerintahan jajahannya sampai kapanpun dan dapat mengeruk kekayaan dari bumi jajahan itu sebanyak-banyaknya. Bentuk maksud dan tujuan tersebut, pemerintah penjajahan tentu sangat waspada terhadap segala bentuk aktivitas penduduk negeri jajahan yang akan menghalangi atau memusnahkannya. Di dalam perjalanannya, pemerintah belanda baru menyadari bahwa pendidikan Islam banyak memainkan peran yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat maupun kenegaraan di masa penjajahan Belanda sehingga banyak bermunculan perlawanan terhadap pemerintah Belanda. Dari pengalaman ini, akhirnya Belanda melakukan penekanan-penekanan terhadap pendidikan Islam.[17]
Dengan keterangan di atas, proses pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia pada penjajah Belanda cenderung merugikan umat Islam. Penjajah Belanda berusaha menghambat perkembangan pendidikan Islam, dengan cara terang-terangan.
Banyak sikap mereka yang merugikan lajunya perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, misalnya:[18]
1.      Setiap sekolah atau madrasah/pesantren harus memliki ijin dari Bupati atau pejabat pemerintah Belanda.
2.      Harus ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci.
3.      Para guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkannya secara periodic kepada daerah yang bersangkutan.
Dari sikap mereka ini, mendapat tentangan keras dari umat Islam karena banyak kerugian yang diderita dalam persoalan pendidikan. Bahkan, tidak sedikit sekolah yang terpaksa ditutup atau dipindahkah karena ulah penjajah Belanda terhadap bangsa Indonesia. Di tambah lagi Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang hanya memperbolehkan golongan tertentu saja, sehingga pada masa penjajahan Belanda ini, proses pendidikan Islam mengalami banyak tantangan dan hambatan.[19]
Pada awal abad ke – 20, Indonesia telah dimasuki ide-ide pemikiran islam dan pembaharuan Islam dalam hal pendidikan. Dalam hal pendidikan ini, upaya pembaharuan dalam hal  bidang materi dan metode. Pada bidang materi, orientasi pendidikan bukan hanya pada materi pendidikan agama akan tetapi dimasukan pula materi dalam bidang pendidikan umum. Sedangkan metode lebih bervariasi yang dahulu berupa sorogan dan hafalan, kini merubah nonklasikal menjadi klasikal. Dengan adanya pembaharuan ini, pendidikan Islam mengalami perubahan materi pendidikan walaupun menurut Haidar Putra Daulay pendidikan agama dan umum belum seimbang. [20] Dan dengan adanya pembaharuan ini munculah lembaga-lembaga pendidikan Islam yang mengadopsi kedua hal tersebut dan sudah menganggap penting kedua Ilmu tersebut.

2.      Masa Penjajahan Jepang
Kejayaan penjajah Belanda lenyap setelah Jepang berada di Indonesia. Mereka bertekuk lutut tanpa syarat kepada Jepang. Tujuan Jepang ke Indonesia adalah menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentah dan tenaga manusia yang sangat besar artinya bagi kelangsungan perang Pasifik. Hal ini sesuai dengan cita-cita politik ekspansinya. Jepang menanamkan ideologi baru yang disebut dengan Ideologi Hakko Ichiu atau ideologi bersama di Asia Timur Raya. Meskipun demikian rakyat Indonesia tetap bergelora untuk lepas dari belenggu penjajahan.[21]
Pada dasarnya kedatangan Jepang di Indonesia tidak ubahnya dengan Belanda. Pendidikan Islam pada zaman penjajahan Jepang mengalami hambatan yang cukup besar. Jepang ikut campur tangan dalam seluruh bidang pendidikan agama.
Di Minangkabau, penjajahan Jepang lebih ringan dibandingkan dengan Belanda. Pada masa penjajahan Jepang, pendidikan Islam berkembang cukup pesat di Minangkabau, seperti madrasah Awaliyah. Di Kalimantan pada masa penjajahn Jepang didirikan perkumpulan Madrasah-madrasah Islam Amunutasi yang disingkat menjadi IMI.[22]
Jepang banyak melakukan pendekatan-pendekatan kepada umat Islam, hal ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan dalam upaya memenangkan perang Asia Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang. Pada waktu Jepang mulai mendapatkan berbagai kekalahan dan tekanan dari pihak sekutu, Jepang mulai memeras kekayaan bumi Indonesia, Jepang banyak menekan bangsa Indonesia sehingga banyak rakyat yang kelaparan. Mendapat tekanan seperti itu, berbagai langkah pemberontakan mulai muncul, seperti PETA (Pembela Tanah Air).
Banyak para Kyai dan ulama yang ditangkap dan diperintah untuk melakukan kerja paksa atauRomusha. Akibatnya dunia pendidikan Islam di Indonesia menjadi terbengkalai, banyak madrasah-madrasah bubar karena murid-muridnya menghindar dari kekejaman Jepang. Ada sedikit keberuntungan bagi madrasah di dalam lingkungan pondok pesantren karena lepas dari pengawasan Jepang.

Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam
Sikap Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas dibandingkan dengan zaman pemerintahan colonial Belanda. Masalahnya Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang mereka pentingkan adalah memenangkan perang. Bila perlu, mereka memberikan keleluasaan kepada para pemuka agama dalam mengembangkan pendidikannya.
Jepang memandang agama Islam sebagai salah satu sarana penting untuk menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari kehidupan masyarakat Indonesia dan untuk meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita mereka pada bagian  masyarakat yang paling bawah. Untuk memudahkan rencana itu, diantaranya Jepang mendirikan/membentuk KUA, Masyumi dan pembentukan Hizbullah.
Namun demikian dibalik kekejaman Jepang, ada hal yang sangat menguntungkan bagi bangsa Indonesia, khususnya di bidang pendidikan, yaitu:
1.      Bahasa Indonesia hidup dan berkembang secara luas di seluruh Indonesia.
2.      Buku-buku dalam bahasa asing yang diperlukan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan mengabaikan hak cipta internasional.
3.      Kreatifitas guru berkembang dalam memenuhi kekurangan buku pelajaran dengan menyadur atau mengarang sendiri.
4.      Seni bela diri dan pelatihan perang-perangan sebagai kegiatan kurikuler di sekolah telah membangkitkan keberanian pada para pemuda yang ternyata sangat berguna dalam perang kemerdekaan yang terjadi kemudian.

D.     KESIMPULAN
Eksistensi pendidikan Islam di Indonesia banyak diwarnai perubahan, sejalan dengan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Semua tak luput dari dinamika dan perubahan demi mencapai perkembangan dan kemajuan yang maksimal.
Adapun sejarah tranformasi pendidikan Islam di Indonesia mengalami pejalanan yang panjang dengan berbagai problematikanya. Peranan pendidikan dalam membina Islam sangat besar, dalam usaha menciptakan kekuatan-kekuatan yang mendorong kearah pencapaian tujuan yang dikehendaki. Kegiatan pendidikan Islam di Indonesia lahir dan tumbuh serta berkembang dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia.
Pendidikan Islam di Indonesia tak lepas dari pendidikan pada masa rasulullah, yang proses pembelajaran masih menggunakan metode-metode lama. Di dalam perjalanannya, sejarah pendidikan Islam di Indonesia cukup panjang jauh sebelum Indonesia merdeka, yaitu pada masa kerajaan dan kolonialisme (masa penjajahan).
1.      Trnasformasi Pendidikan Islam pada zaman kerajaan-kerajaan Islam berupa pengajian-pengajian kitab di langgar, madrasah dan juga pondok pesantren. Perkembangan pendidikan Islam pada zaman ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini disebabkan oleh kejelian dari para tokoh penyebar agama dalam membina hubungan dengan masyarakat sekitar.
2.      Transformasi Pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda mengalami hambatan yang serius. Hal ini dikarenakan penjajah Belanda sendiri selain menjajah juga menyebarkan agama yang mereka anut, yaitu Kristen-Protestan. Pendidikan Islam banyak mengalami hambatan dalam menjalankan kegiatannya. Pendidikan berlangsung di madrasah dan pondok pesantren, proses pendidikannya hampir sama dengan pendidikan Islam pada masa sebelumnya. Sikap penjajah Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia sangat merugikan. Mereka secara terang-terangan membiayai misionaris Kristen dalam mengembangkan pendidikannya.
Pada masa penjajajhan Belanda Pendidikan Islam mengalami pemabaharuan dengan merubah materi dan metodenya yaitu memadukan antara ilmu umum dan ilmu agama.
3.      Perkembangan pendidikan Islam pada zaman Jepang juga mengalami hambatan, tetapi tidak seberat di zaman Belanda. Hanya saja di zaman ini pendidikan lebih mengarah pada unsur fisik, karena bertujuan semata-mata untuk kepentingan peperangan. Jadi, Jepang tidak begitu menghiraukan pendidikan Islam, mereka bahkan mau mendukung perkembangan pendidikan Islam, meskipun hal itu hanya merupakan unsur politik untuk mencari dukungan umat Islam Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syafi’I Noor, orientasi Pengembangan Pendidikan Pesantren Tradisional, (Jakarta: Prenada Media group, 2009)
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: RajaGrafindo Persada dan LSIK, 1995)
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam ,(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet II, 2001)
H. Abdul Jamil, dkk, Islam dan kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gama Media, 2000)
Haidar Putra Daulay, MA., Sejarah Peertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Wacana Prenada Media Group, 2007)
Musyrifah Sunanto, Sejarah peradaban Islam Indon esia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010)
http://spendiknasislam.blogspot.com




[1] Peter salim, The Contempory Inggris – Indonesia Dictionary, (Jakarta: Modern Inggris Press, 1996) h. 2099
[2] Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA., Sejarah Peertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Wacana Prenada Media Group, 2007) h. 15
[3] Ibid. h. 16
[4] Musyrifah Sunanto, Sejarah peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h.17-22
[5] Taufik Abdullah, Agama dan Perubahan Sosial,( Jakarta : CV. Rajawali, 1983) h. 4
[6] Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA., Sejarah Pertumbuhan dan Pembauran Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kecana, 2009) h. 14
[7] Ibid, h. 17
[12] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam ,(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet II, 2001) h. 143  
[13] H. Abdul Jamil, dkk, Islam dan kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gama Media, 2000) h. 240- 244
[14] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: RajaGrafindo Persada dan LSIK, 1995), hlm. 51
[15] Ibid, h. 52
[16] Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA., Opcit. h. 29-30
[17] DR. H. Ahmad Syafi’I Noor, orientasi Pengembangan Pendidikan Pesantren Tradisional, (Jakarta: Prenada Media group, 2009) h. 150
[18] Ibid, h. 153
[19] Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA., Lok cit h. 34-35
[20] Ibid. h. 35
[21] Ibid. h. 37
[22] http://spendiknasislam.blogspot.com , diambil pada hari senin tanggal 9 Desember 2013

1 komentar:

  1. mohon yang ingin copas data ini harap memberi coment .... thanks

    BalasHapus