SEJARAH TRANSFORMASI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
(MASA KERAJAAN DAN PENJAJAHAN)
OLEH : NURHAYATI
A.
MUKADDIMAH
Pendidikan tidak akan berarti bila tidak ada manusia
di dalamnya, sebab manusia merupakan subjek dan objek dari pendidikan. Fungsi
pendidikan di sini, yaitu berupaya mengharmonisasikan kebudayaan lama dengan
kebudayaan baru secara dinamis.
Maka pendidikan merupakan bagian yang signifikan
dalam kehidupan manusia. Dan, manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses
pendidikan. Karena hal itulah, pendidikan merupakan sebuah proses yang sangat
vital dalam kelangsungan hidup manusia. Tak terkecuali pendidikan Islam, yang
dalam sejarah perjalanannya memiliki berbagai dinamika.
Eksistensi pendidikan Islam di
Indonesia banyak diwarnai perubahan, sejalan dengan perkembangan zaman serta
ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Kemunculan dan perkembangan transformasi
pendidikan Islam, telah lama mewarnai
pendidikan di Indonesia dimulai sejak Islam masuk ke Indonesia dan terjadi ketika
kontak pribadi berlangsung hingga terbentuknya komunitas Islam. Pendidikan Islam menciptakan
kekuatan-kekuatan yang mendorong untuk mencapai tujuan sekaligus menentukan
perencanaan dan arah tujuan sebuah perkembangan. Dengan demikian, dinamika
sebuah peradaban mau tidak mau akan melibatkan peranan pendidikan, walaupun
dalam kapasitas yang sederhana.
Pendidikan Islam itu bahkan menjadi
tolok ukur, bagaimana Islam dan umatnya telah memainkan peranannya dalam
berbagai aspek pendidikan, social, politik maupun budaya. Oleh karena itu,
untuk melacak pendidikan Islam di Indonesia tidak mungkin lepas dari fase-fase
yang dilaluinya. Dalam makalah ini, penyusun hanya memasukkan dua fase,
yaitu: Pendidikan Islam di Indonesia pada zaman kerajaan-kerajaan Islam,
Pendidikan Islam di Indonesia pada zaman penjajahan (Belanda dan Jepang). Dari fase
tersebut diharapkan bisa sedikit membantu dalam melacak transformasi pendidikan
Islam di Indonesia.
Maka dari itu, makalah ini akan
membahas tranformasi pendidikan Islam di Indonesia
masa kerajaan dan penjajahan Belanda dan
Jepang.
B.
Definisi Tranformasi
Pendidikan Islam
Dalam bahasa
inggris adalah transform berarti merubah bentuk atau rupa, transformation
berarti perubahan bentuk atau jelmaan.[1]
Sedangkan Pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir adalah pendidikan berdasarkan
pada ajaran Islam yang mengarah kepada bimbingan atau suatu pembinaan secara
sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa tranformasi
pendidikan Islam adalah suatu perubahan atau jelmaan pendidikan yang
berdasarkan pada ajaran Islam yang mengarah kepada bimbingan atau pembinaan
oleh pendidik kepada anak didik untuk terbentuknya kepribadian yang baik.
C. Tranformasi Pendidikan
Islam Masa Kerajaan dan Penjajahan (Belanda dan Jepang)
Peranan pendidikan dalam Islam
sangat besar, dalam usaha menciptakan kekuatan-kekuatan yang mendorong ke arah
pencapaian tujuan yang dikehendaki. Kegiatan pendidikan Islam di Indonesia
lahir dan tumbuh serta berkembang dengan masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia.
Pendidikan Islam di Indonesia tak lepas dari
pendidikan pada masa rasulullah, yang proses pembelajarannya masih menggunakan
metode-metode lama. Di dalam perjalanannya, sejarah pendidikan Islam di
Indonesia cukup panjang jauh sebelum Indonesia merdeka, yaitu pada masa
kerajaan dan kolonialisme (masa penjajahan). Maka, di bawah ini akan di bahasa kedua fase
terbut.
1.
Peranan Pendidikan Islam dalam proses
Islamisasi di Indonesia
Berbicara tentang pendidikan tentu sebaiknya dimulai dari
membicarakan apa sebetulnya esensi pendidikan tersebut. Dipandang dari sudut
definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan, dapat diambil
kesimpulan bahwa hakikat pendidikan itu adalah proses pembentukan manusia ke arah
yang di cita-citakan. Dengan demikian, pendidikan Islam merupakan proses
pembentukan manusia sesuai dengan tuntunan Islam. Dalam teori pendidikan dikemukakan ada 3 hal yang ditransferkan dari si
pendidik kepada si terdidik, yaitu transfer ilmu, transfer nilai dan transfer
perbuatan. Di dalam proses penstransferan inilah berlangsungnya pendidikan.
[2] Oleh karena itu, proses
pendidikan bisa berlangsung secara formal, non formal, dan informal.
Berdasarkan ungkapan
di atas, dapat dimaklumi betapa luasnya ruang lingkup pendidikan, sehingga
setiap perbuatan yang pada intinya penstransferan ilmu, nilai, aktivitas dan
keterampilan dapat disebut pendidikan. Karena itu, dapat dipastikan pendidikan
Islam telah berlangsung di Indonesia sejak muballigh pertama melakukan
kegiatannya dalam rangka menyampaikan ke Islaman, baik dalam bentuk
penstransferan pengetahuan, nilai, dan aktivitas. Daulay menjelaskan ada 5
unsur dasar pendidikan yaitu, adanya unsure pemberi, adanya unsure penerima, adanya
tujuan baik, adanya cara atau jalan yang baik, konteks yang positif upaya
pendidik adalah menumbuhkan konteks positif dengan menjauhi konteks negative.[3]
Para
muballigh ini bukan sekedar berdagang akan tetapi berdakwah menyebarkan Islam
ke sesama pedagang serta penduduk asli hingga para pedagangpun yang masuk Islam
akan menyebarkan kependuduk lainnya, karena umumnya pedagang dan para keluarga
rajalah yang masuk Islam hingga pola pemerintahannya akhirnya sangat
berpengaruh dengan ajaran Islam.[4]
Berdasarkan hal tersebut, aktivitas yang dilakukan oleh mubaligh awal
yang datang ke Indonesia baik sebagai pedagang ataupun sebagai mubaligh
kegiatan mereka dogolongkan sebagai kegiatan pendidikan. Dengan demikian,
pendidikan Islam di Indonesia berlangsung sejak Islam masuk ke Indonesia dan
telah memainkan perannya dalam proses Islamisasi di Indonesia.
Pada tahap awal Pendidikan Islam
berlangsung secara informal (masih dilakukan di masjid-masjid). Para muballigh
menunjukkan akhlakul karimah dan contoh teladan dalam hidup mereka sehari-hari.
Sehingga masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk agama Islam.
Lewat pergaulan antara muballigh dengan masyarakat sekitar maka terbentuklah
masyarakat muslim. Masyarakat muslim inilah yang merupakan cikal bakal tumbuh
dan berkembangnya kerajaan Islam.
Adapun kerajaan Islam yang pertama di
Indonesia adalah Pasai, berdiri pada abad ke-10 M. dengan rajanya yang pertama
Al-Malik Ibrahim bin Mahdum dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah. Ibnu
Batutah dari Maroko, mengelilingi dunia dan singgah di kerajaan Pasai pada
zaman Al-Malik Al-Zahir menerangkan sistem pendidikan yang berlaku di zaman
kerajaan Pasai.[5]
Adapun
sistem pendidikan yang berlaku di Pase zaman Kerajaan ini sebagai berikut:
a. Materi
pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at ialah Fiqih
b. Sistem
pendidikannya secara informal berupa majlis taklim dan halaqah
c. Tokoh
pemerintahan merangkap sebagai tokoh ulama
d. Biaya
pendidikan agama bersumber dari negara.
Kerajaan Islam
yang kedua adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang ke-6 bernama Sultan Mahdum
Alaudin Muhammad Amin, adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi
Islam. Lembaga tersebut mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang
berbobot pengetahuan tinggi, seperti kitab Al-Um karangan Imam
Syafi’i. Dari Pasai dan Perlak ini, dakwah Islam disebarkan ke negeri Malaka,
Sumatera Barat, dan Jawa Timur.[6]
Kerajaan Aceh
Darussalam yang diproklamasikan pada tanggal 12 Zulkaedah 916 H, menyatakan
perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Aceh pada saat itu merupakan sumber
ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan di luar
negeri. Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar mendapat
perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga Negara yang bertugas dalam
bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, di antaranya:[7]
1. Balai
Seutia Hukama, lembaga ilmu pengetahuan, tempat
berkumpulnya para ulama, ahli piker dan cendekiawan untuk membahas dan
mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Balai
Seutia Ulama, jawatan pendidikan yang mengurusi
masalah pendidikan.
3. Balai
Jamaah Himpunan Ulama, tempat studi para ulama dan sarjana
dalam membahas persoalan-persoalan pendidikan.
Adapun
jenjang pendidikannya adalah sebagai berikut:
1. Meunasah/Madrasah, bagi
masyarakat Aceh meunasah memiliki multifungsi. Meunasah sebagai tempat ibadah,
tempat pertemuan, musyawarah, tempat menginap bagi musyafir, tempat belajar berfungsi
sebagai sekolah dasar, terdapat di setiap kampung, materi yang diajarkan:
menulis dan membaca huruf Arab, ilmu agama, bahasa Jawi/Melayu, akhlak, dan
sejarah Islam.
2. Rangkang, adalah tempat
tinggal murid yang dibangun di sekitar masjid. Rangkang sebagai tempat berbagai
aktifitas umat termasuk pendidikan, setingkat dengan Madrasah Tsanawiyah,
materi yang diajarkan: bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung (hisab),
akhlak, fiqih, dan lain-lain.
3. Dayah, berasal
dari bahasa Arab zawiyah. Kata zawiyah merujuk kepada sudut dari satu bangunan
dan sering dikaitkan dengan masjid. Dayah
setingkat dengan Madrasah Aliyah, materi yang diajarkan: fiqih (hukum
Islam), bahasa Arab, tauhid, tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata Negara,
ilmu pasti, dan faraid.
Melihat lembaga dan jenjang di atas, jelaslah
bahwa ilmu pengetahuan dan pendidikan pada fase kerajaan ini telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Walaupun sudah terdapat pembagian tingkatan
akan tetapi pada masa kerjaan perlak ini tempat untuk melakukan transformasi pendidikan
masih menggunakan areal masjid.
Sedangkan di
wilayah Minangkabau, Seperti yang dilansir oleh para ahli sejarah
bahwa, dari Acehlah Islam mengembangkan sayapnya ke daerah pulau Jawa dan ke
Sumatera Barat dan dalam cacatan sejarah ada yang berpendapat Islam lebih
dahulu menginjakkan kakinya di Sumatera Barat dari pada di Pulau Jawa. Mahmud
Yunus mengutip pendapat Jurji Zaidan dalam buku Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, bahwa agama Islam masuk ke Minangkabau kira-kira tahun 1250 M, maka
tentu pada waktu itu pulalah mulainya sejarah pendidikan Islam. Ada
pula yang berpendapat bahwa di Gresik (Jawa Timur) ditemui adanya tanda-tanda
masuknya agama Islam lebih dahulu, yaitu tahun 1082 M, tetapi kerajaan Islam
pertama adalah di Aceh. Telepas dari perbedaan ini, kajian dalam
tulisan ini mendahulukan gambaran pendidikan Islam di Sumatera Barat
(Minangkabau).[8]
Samsul Nizar dalam buku Sejarah Pergolakan Pemikiran
Pendidikan Islam Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia menulis bahwa
"Lembaga pendidikan Islam di Minangkabau pada awal perkembangan Islam
adalah melalui Surau, di mana tatkala Islam masuk, kehadiran surau pertama
sekali diperkenalkan oleh Syekh Burhanuddin sebagai tempat melaksanakan shalat
dan tarekat (suluk)" yang beliau laksanakan di Ulakan Padang
Pariaman.
Menurut catatan sejarah
sebelum Islam datang, di Minangkabau sudah ada bangunan pelengkap Rumah Gadang
untuk tempat berkumpul dan bermusyawarah dengan nama Uma Galanggang. Hal
senada juga dapat dilihat paparan Sidi Gazalba dala buku Masjid Pusat Ibadah
dan Kebudayaan Islam, mengatakan bahwa "surau sebelum datangnya Islam
merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Minangkabau, dengan nama Uma
Galanggang sebagai tempat mufakat suku dan tempat tidur para pemuda dan
orang-orang tua yang sudah uzur". Setelah masuknya Islam
fungsi surau (yang dulunya Uma Galanggang) semakin bertambah, yaitu tempat
belajar membaca al-Qur'an, mengaji dan tempat belajar dasar-dasar agama bagi
anak-anak, pemuda san orang-orang tua yang sudah tidak produktif lagi.[9]
Hasil
penelitian tentang hakikat Fakih Saghir Syekh Jalaluddin Ahmad, sebagaimana ditulis
Rusdi Ramli dalam Laporan Penelitian Hikayat Faqih Saghir Ulamiah Saming Syekh
Jalaluddin Ahmad Koto, Ulakan merupakan mata rantai pertama perkembangan surau
sebagai pusat pengembangan ilmu agama Islam dengan aliran tarekat Sattariyah
Dengan demikian sebelum Syekh Burhanuddin sudah banyak tersebar pusat-pusat
perguruan Islam di daerah Minangkabau dengan Ulakan sebagai pusat keagamaan
tertinggi pada saat itu, terutama masalah tarekat sattariyah.[10]
Dalam
penelitian Rusdi Ramli selanjutnya, pendidikan Islam di Minangkabau terjadi
pembidangan ilmu pengetahuan agama Islam, dengan arti kata masing-masing surau
menghasilkan murid sesuai dengan keahlian gurunya masing-masing. Bidang
ilmu pengetahuan dan keahlian itu adalah seperti :
1.
Ilmu Mantiq dan Ma'ani yang berasal dari
Tuanku di Tampang Rao, kemudian berpindah dan dikuasai sepenuhnya oleh Tuanku
Nan Kaciak dari Koto Gadang.
2.
Ilmu Hadits, tafsir dan faraidh berpusat dan
dikembangkan oleh Tuanku Sumaniak.
3.
Ilmu Sharaf dikembangkan oleh Tuanku di Talang
yang berasal dari daerah Solok.
Untuk mendalami
masing-masing ilmu itu seorang murid belajar berpindah-pindah dari seorang guru
kepada guru yang lain, atau dari satu surau ke surau yang lain. Sedangkan metode pengajaran ketika itu
Samsul Nizar mengatakan "surau menggunakan sistem halaqah".
Dari
uraian di atas dapat dipahami bahwa, surau sebelum Islam masuk pada mulanya
berfungsi sebagai tempat bermusyawarah suku dan tempat tidur para pemuda dan
orang-orang tua, kemudian setelah Islam masuk fungsinya bertambah sebagai
tempat pengajaran ilmu-ilmu agama Islam, seperti Tarekat, Ilmu Mantiq, Ma'ani,
Ilmu Hadits, Tafsir, Fiqih dan Nahu Sharaf yang diajarkan oleh para ulama serta
tentunya juga sebagai tempat beribadah.
Dalam
perkembangan selanjutnya di Miangkabau, sesuai dengan tuntutan masyarakat
surau-surau ini banyak berkembang menjadi sebuah madrasah, dengan metode
pengajaran yang bervariasi, yaitu dengan menggabungkan sistem klasikal dan
halaqah. Madrasah-madrasah ini seperti MTI Candung di Agam, MTI
Jaho di Padang Panjang, MTI Batang Kabung di Padang dan sebagainya.[11]
Begitupun
pada masa wali songo, Peranan para Wali (Walisongo) dalam penyebaran agama
Islam di Jawa sudah tidak diragukan lagi. Dengan kerja keras dan ketekunan serta
keikhlasan beliau agama Islam mampu merebut hati masyarakat. Beliau
menyebarkan Islam di Jawa, dengan berdirinya kerajaan para wali yaitu kerajaan
Demak.
Metode
pendidikan yang digunakan oleh para wali kebanyakan menggunakan media pondok
pesantren atau padepokan. Beliau-beliau mengajarkan para santri dan masyarakat
berbagai ilmu keagamaan.[12]
Adapun
pendekatan pendidikan yang dilakukan Walisongo dalam
mentransformasikan ajaran agama Islam, yaitu:[13]
a. Modeling
Modelling diartikan sebagai model, contoh, panutan.
Artinya dalam menyampaikan ajaran Islam tidak hanya sekedar memberitahu hal-hal
yang sifatnya hanya kognitif semata, tetapi juga dengan cara memberikan contoh.
Oleh karena itu perlu adanya sebuak objek yang bisa dijadikan teladan atau
panutan. Dalam dunia Islam Rosululloh adalah seorang pemimpin yang tidak
diragukan lagi. Karena kemuliaan akhlaknya beliau dijadikan sebagai sumber
referensi pola kehidupan sehari-hari umat Islam.
Walisongo
sebagai penyebar ajaran Islam yang juga menjadi kiblat kaum santri sudah barang
tentu berkiblat pada para guru besar dan pimpinan kaum muslimin, yaitu Nabi
Muhammad SAW. Kekuatan modeling ditopang dan sejalan dengan sistem nilai
Jawa yang mementingkan paternalism
(system kepemimpinan berdasarkan hubungan bapak dan anak) dan patron-client
relation (hubungan pelindung-klien / yang dilindungi) yang sudah
mengakar dalam budaya masyarakat Jawa.
b. Substantive,
Pendekatan substantif adalah pendekatan yang dalam
pengajarannya lebih mengutamakan materi pokok/inti pokok pengajaran. Dalam Islam ajaran tauhid adalah satu materi pokok
yang disajikan sejak awal. “Karena lebih mengutamakan pendekatan substantive
maka jika terlihat pendekatan Walisongo sering menggunakan elemen-elemen
non-Islam, sesungguhnya hal ini adalah means atau a
matter of approach, atau alat untuk mencapai tujuan yang tidak mengurangi
substansi dan signifikansi ajaran yang diberikan. Dengan kata lain, wisdom dan
mau`idhah hasanah adalah cara yang dipilih sesuai dengan ajaran
Al-Quran (An-Nahl : 125)”
Dengan
pendekatan seperti itulah masyarakat Jawa dapat menerima Islam secara damai dan
dapat tersebar luas di tanah Jawa.
c. Tidak diskriminatif
Konsep
pendekatan yang diterapkan Walisongo dalam mentranfer pendidikan Islam dengan
menganggap semua manusia sama, maka semuanya berhak untuk mendapatkan ilmu
Islam dari mereka (Walisongo). Sehingga wajar jika kiranya Islam dikatakan
sebagai agama yang rahmatan lil`alamiin, sebab tidak ada istilah diskriminasi
dalam pembagian hak serta kewajiban bagi tiap individu.
Meskipun
dikatakan sebagai pendidikan yang merakyat, namun pendidikan Islam Walisongo
juga ditujukan pada penguasa. Keberhasilan Walisongo terhadap pendekatan yang
terakhir ini biasanya terungkap dalam istilah populer Sabdo Pandito Ratu yang
berarti menyatunya pemimpin agama dan pemimpin Negara. Dengan kata lain, ulama
dan raja tidak mendapatkan tempat dalam ajaran dasar Walisongo. Ajaran ini
adalah warisan Sunan Kalijaga, tokoh yang mewariskan system kabupaten di Jawa.
d. Understable and Applicable (mudah
dipahami dan dilaksanakan)
Konsep transfer pendidikan yang
tidak muluk-muluk dan cara penyampaian yang sederhana namun mengena, lebih
mudah untuk ditangkap oleh masyarakat yang sebagian besar masih rendah tingkat
pemahamannya.
Proses penyampaian tidak hanya dengan
ceramah tetapi juga menggunakan metode dan media lain. Seperti media pewayangan
misalnya. Wayang sebenarnya tidak berasal dari Islam, namun dengan mengganti
substansi wayang tersebut dengan inti ajaran Islam, maka proses pendidikan
Islam masih dapat dilaksanakan. Ajaran rukun Islam dengan demikian dapat
ditemukan dalam cerita pewayangan seperti syahadatain yang sering dipersonifikasikan dalam
tokoh puntadewa, tokoh tertua diantara Pandawa dalam kisah Mahabarata.
e. Pendekatan kasih sayang
Bagi walisongo, mendidik adalah tugas dan panggilan
agama. Mendidik murid sama halnya dengan mendidik anak kandung sendiri. Pesan
mereka dalam konteks ini adalah sayangi, hormati, dan jagalah anak didikmu,
hargailah tingkah laku mereka sebagaimana engkau memperlakukan anak turunmu.
Beri mereka pakaian dan makanan hingga mereka dapat menjalankan syariat Islam,
dan memegang teguh ajaran agama tanpa keraguan.
Setelah
itu, bermunculanlah kerajaan – kerjaan Islam lain seperti, kerjaan Islam
Maluku, Kalimantan, Sulawesi yang semua itu mengajarkan dengan metode pendirian
pondok pesantren. Dan boleh dikatakan bahwa pondok pesantren sangatlah berperan
penting dalam mentranformasikan pendidikan Islam di Indonesia. Dan pondok
pesantren ini adalah warisan dari sunan
a. Masa
Penjajahan
Banyak pengaruh pendidikan Islam pada fase ini, sebab
Indonesia dijajah oleh Negara Portugis, Sepanyol, Belanda dan Jepang. Semua
mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam perubahan pendidikan di Indonesia.
Yang sangat berpengaruh sekali adalah pada masa penjajahan Belanda dan Jepang
yang telah menjajah Indonesia paling lama. Maka di bawah ini akan di bahas pada
masa tersebut.
1.
Masa Penjajahan Belanda.
Dengan berakhirnya kekuasaan Portugis,
maka timbullah kekuasaan baru, yakni kekuasaan Belanda. Orang-orang Belanda
yang mula-mula datang ke Indonesia adalah para pedagang yang tergabung dalam “Vereenigde
Oest Indische Compagnie” atau disingkat VOC, yang beragama Kristen
Protestan. Kebijakan pendidikan VOC adalah melanjutkan kebijakan yang telah
dimulai oleh orang-orang Portugis, tetapi terutama berdasarkan agama Kristen
Protestan. Untuk keperluan inilah didirikan sekolah-sekolah, terutama
daerah-daerah yang telah di-Nasranikan oleh bangsa Portugis dan Spanyol,
seperti di Ambon, Ternate, dan lain-lain.[14]
Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan
kejuruan tidak diselenggarakan Inipun tidak mengherankan,
kerena pengajaran Kompeni mempunyai dasar keagamaan. Pikiran, bahwa taraf
ekonomi masyarakat dapat dinaikkan oleh pendidikan kejuruan. Pendidikan
kejuruan baru muncul dalam abad ke-19 yang diselenggarakan oleh kolonial
Belanda. Akan tetapi pendidikan bagi pribumi yang beragama Islam tidak ada
masalah, karena sistem-sistem langgar, pesantren dan madrasah masih dapat
berjalan terus. Juga sekolah/pendidikan bagi pegawai-pegawai VOC dan pribumi
beragama/pemeluk agama Kristen telah diatur oleh pemerintahan VOC.[15]
Kemunduran perusahaan VOC pada akhir
abad 18 menyebabkan VOC tidak sanggup dan tidak dapat berfungsi lagi sebagai
pengatur pemerintahan dan masyarakat jajahannya sehingga pemerintahan
diserahkan kepada pemerintahan Hindia-Belanda.
Pengaruh Aufklarung
Pada abad ke-17 telah muncul suatu aliran dari
Eropa yang kita kenal dengan nama “Aufklarung” dan pada abad ke-18
aliran ini mempengaruhi seluruh Eropa. Dengan adanya “Aufklarung” ini
memberikan kecerahan kepada pendidikan Indonesia. “Aufklarung” yang
berarti fajar atau terang menghendaki yang pertama agar manusia
dibebaskan dari absolutisme Negara dan mengharapkan agar kebebasan, terutama
kebebasan ekonomi, dapat menghasilkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi
seluruh ummat manusia (Liberalisme). Yang kedua adalah Pendidikan
hendaknya dapat membebaskan manusia, pengajaran harus lepas dari gereja.
Hendaklah negaralah yang harus menyelenggarakannya. Yang ketiga adalah
mengemukakan juga pentingnya penerangan (pengajaran) bagi rakyat umum.[16]
Dengan disingkirkannya Agama dari lumbung,
dan pangung kekuatan sosiopolitik eropa pada abad auflarung atau pencerahan, dengan menghapuskan
kekuasaan politik gerejawi dan teokrasi di banyak negara kolonialis kapitalis
eropa. Menjadikan apa yang disebut kekalahan dari Islam dan timur menjadi bukan
hantu masa lalu lagi bagi bangsa barat. Rennaissace merupakan semangat baru
yang kemudian menjadi pelopor berbagai perkembangan dari bangsa ini. Sedangkan
jauh di timur keagungan budaya Islam tertera dengan berbagai puncak kejayaan
ekonomi dan kebudayaan materiil. Tetapi roda sejarah kembali berputar. Karena
tercatatnya beberapa kemunduran Islam yang disebabkan karena konflik internal
dari berbagai magzab dan persaingan dari beberapa mandala yang resisten
terhadap peyebaran Islam yang ternyata disertai oleh berbagai penaklukkan
dinasti atau kekuatan non-islam.
Sikap Belanda terhadap pendidikan Islam di
Indonesia
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa
kedatangan penjajah Belanda di bumi Nusantara untuk mengemban fungsi ganda,
yaitu melakukan penjajahan dan salibisasi. Oleh
karena itu, tujuan kaum penjajah adalah untuk mempertahankan pemerintahan
jajahannya sampai kapanpun dan dapat mengeruk kekayaan dari bumi jajahan itu
sebanyak-banyaknya. Bentuk maksud dan tujuan tersebut, pemerintah penjajahan
tentu sangat waspada terhadap segala bentuk aktivitas penduduk negeri jajahan
yang akan menghalangi atau memusnahkannya. Di dalam perjalanannya, pemerintah
belanda baru menyadari bahwa pendidikan Islam banyak memainkan peran yang
sangat besar dalam kehidupan masyarakat maupun kenegaraan di masa penjajahan
Belanda sehingga banyak bermunculan perlawanan terhadap pemerintah Belanda.
Dari pengalaman ini, akhirnya Belanda melakukan penekanan-penekanan terhadap
pendidikan Islam.[17]
Dengan keterangan di atas, proses pertumbuhan
dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia pada penjajah Belanda cenderung
merugikan umat Islam. Penjajah Belanda berusaha menghambat perkembangan
pendidikan Islam, dengan cara terang-terangan.
Banyak sikap mereka yang merugikan lajunya
perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, misalnya:[18]
1. Setiap
sekolah atau madrasah/pesantren harus memliki ijin dari Bupati atau pejabat
pemerintah Belanda.
2. Harus
ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci.
3. Para
guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkannya secara
periodic kepada daerah yang bersangkutan.
Dari sikap mereka ini, mendapat tentangan
keras dari umat Islam karena banyak kerugian yang diderita dalam persoalan
pendidikan. Bahkan, tidak sedikit sekolah yang terpaksa ditutup atau
dipindahkah karena ulah penjajah Belanda terhadap bangsa Indonesia. Di tambah
lagi Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang hanya memperbolehkan golongan
tertentu saja, sehingga pada masa penjajahan Belanda ini, proses pendidikan
Islam mengalami banyak tantangan dan hambatan.[19]
Pada awal abad ke – 20, Indonesia telah
dimasuki ide-ide pemikiran islam dan pembaharuan Islam dalam hal pendidikan.
Dalam hal pendidikan ini, upaya pembaharuan dalam hal bidang materi dan metode. Pada bidang materi,
orientasi pendidikan bukan hanya pada materi pendidikan agama akan tetapi
dimasukan pula materi dalam bidang pendidikan umum. Sedangkan metode lebih
bervariasi yang dahulu berupa sorogan dan hafalan, kini merubah nonklasikal
menjadi klasikal. Dengan adanya pembaharuan ini, pendidikan Islam mengalami
perubahan materi pendidikan walaupun menurut Haidar Putra Daulay pendidikan
agama dan umum belum seimbang. [20]
Dan dengan adanya pembaharuan ini munculah lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang mengadopsi kedua hal tersebut dan sudah menganggap penting kedua Ilmu
tersebut.
2.
Masa Penjajahan Jepang
Kejayaan penjajah Belanda lenyap
setelah Jepang berada di Indonesia. Mereka bertekuk lutut tanpa syarat kepada
Jepang. Tujuan Jepang ke Indonesia adalah menjadikan Indonesia sebagai sumber
bahan mentah dan tenaga manusia yang sangat besar artinya bagi kelangsungan
perang Pasifik. Hal
ini sesuai dengan cita-cita politik ekspansinya. Jepang menanamkan ideologi
baru yang disebut dengan Ideologi Hakko Ichiu atau ideologi bersama di Asia Timur
Raya. Meskipun demikian rakyat Indonesia tetap bergelora untuk lepas dari
belenggu penjajahan.[21]
Pada dasarnya kedatangan Jepang di Indonesia tidak
ubahnya dengan Belanda. Pendidikan Islam pada zaman penjajahan Jepang mengalami
hambatan yang cukup besar. Jepang ikut campur tangan dalam seluruh bidang
pendidikan agama.
Di Minangkabau, penjajahan Jepang lebih ringan
dibandingkan dengan Belanda. Pada masa penjajahan Jepang, pendidikan Islam
berkembang cukup pesat di Minangkabau, seperti madrasah Awaliyah. Di Kalimantan
pada masa penjajahn Jepang didirikan perkumpulan Madrasah-madrasah Islam Amunutasi
yang disingkat menjadi IMI.[22]
Jepang banyak melakukan pendekatan-pendekatan kepada
umat Islam, hal ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan dalam upaya
memenangkan perang Asia Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang. Pada waktu Jepang
mulai mendapatkan berbagai kekalahan dan tekanan dari pihak sekutu, Jepang
mulai memeras kekayaan bumi Indonesia, Jepang banyak menekan bangsa Indonesia
sehingga banyak rakyat yang kelaparan. Mendapat tekanan seperti itu, berbagai
langkah pemberontakan mulai muncul, seperti PETA (Pembela
Tanah Air).
Banyak para Kyai dan ulama yang
ditangkap dan diperintah untuk melakukan kerja paksa atauRomusha. Akibatnya dunia pendidikan Islam di Indonesia
menjadi terbengkalai, banyak madrasah-madrasah bubar karena murid-muridnya
menghindar dari kekejaman Jepang. Ada sedikit keberuntungan bagi madrasah di
dalam lingkungan pondok pesantren karena lepas dari pengawasan Jepang.
Sikap Jepang
terhadap Pendidikan Islam
Sikap Jepang terhadap pendidikan Islam
ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas
dibandingkan dengan zaman pemerintahan colonial Belanda. Masalahnya Jepang
tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang mereka pentingkan adalah
memenangkan perang. Bila perlu, mereka memberikan keleluasaan kepada para
pemuka agama dalam mengembangkan pendidikannya.
Jepang memandang agama Islam sebagai salah
satu sarana penting untuk menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari kehidupan
masyarakat Indonesia dan untuk meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita
mereka pada bagian masyarakat yang
paling bawah. Untuk memudahkan rencana itu, diantaranya Jepang mendirikan/membentuk
KUA, Masyumi dan pembentukan Hizbullah.
Namun demikian dibalik kekejaman Jepang, ada
hal yang sangat menguntungkan bagi bangsa Indonesia, khususnya di bidang
pendidikan, yaitu:
1. Bahasa
Indonesia hidup dan berkembang secara luas di seluruh Indonesia.
2. Buku-buku
dalam bahasa asing yang diperlukan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
dengan mengabaikan hak cipta internasional.
3. Kreatifitas
guru berkembang dalam memenuhi kekurangan buku pelajaran dengan menyadur atau
mengarang sendiri.
4. Seni
bela diri dan pelatihan perang-perangan sebagai kegiatan kurikuler di sekolah
telah membangkitkan keberanian pada para pemuda yang ternyata sangat berguna
dalam perang kemerdekaan yang terjadi kemudian.
D. KESIMPULAN
Eksistensi
pendidikan Islam di Indonesia banyak diwarnai perubahan, sejalan dengan
perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Semua tak
luput dari dinamika dan perubahan demi mencapai perkembangan dan kemajuan yang
maksimal.
Adapun sejarah tranformasi
pendidikan Islam di Indonesia mengalami pejalanan yang panjang dengan berbagai
problematikanya. Peranan pendidikan dalam membina Islam sangat besar, dalam
usaha menciptakan kekuatan-kekuatan yang mendorong kearah pencapaian tujuan yang
dikehendaki. Kegiatan pendidikan Islam di Indonesia lahir dan tumbuh serta
berkembang dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia.
Pendidikan Islam di Indonesia tak
lepas dari pendidikan pada masa rasulullah, yang proses pembelajaran masih
menggunakan metode-metode lama. Di dalam perjalanannya, sejarah pendidikan
Islam di Indonesia cukup panjang jauh sebelum Indonesia merdeka, yaitu pada
masa kerajaan dan kolonialisme (masa penjajahan).
1. Trnasformasi
Pendidikan Islam pada zaman kerajaan-kerajaan Islam berupa pengajian-pengajian
kitab di langgar, madrasah dan juga pondok pesantren. Perkembangan pendidikan
Islam pada zaman ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini
disebabkan oleh kejelian dari para tokoh penyebar agama dalam membina hubungan dengan
masyarakat sekitar.
2. Transformasi
Pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda mengalami hambatan yang serius.
Hal ini dikarenakan penjajah Belanda sendiri selain menjajah juga menyebarkan
agama yang mereka anut, yaitu Kristen-Protestan. Pendidikan Islam banyak
mengalami hambatan dalam menjalankan kegiatannya. Pendidikan berlangsung di
madrasah dan pondok pesantren, proses pendidikannya hampir sama dengan
pendidikan Islam pada masa sebelumnya. Sikap penjajah Belanda terhadap
pendidikan Islam di Indonesia sangat merugikan. Mereka secara terang-terangan
membiayai misionaris Kristen dalam mengembangkan pendidikannya.
Pada masa
penjajajhan Belanda Pendidikan Islam mengalami pemabaharuan dengan merubah
materi dan metodenya yaitu memadukan antara ilmu umum dan ilmu agama.
3. Perkembangan
pendidikan Islam pada zaman Jepang juga mengalami hambatan, tetapi tidak
seberat di zaman Belanda. Hanya saja di zaman ini pendidikan lebih mengarah
pada unsur fisik, karena bertujuan semata-mata untuk kepentingan peperangan.
Jadi, Jepang tidak begitu menghiraukan pendidikan Islam, mereka bahkan mau
mendukung perkembangan pendidikan Islam, meskipun hal itu hanya merupakan unsur
politik untuk mencari dukungan umat Islam Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syafi’I Noor, orientasi Pengembangan Pendidikan Pesantren
Tradisional, (Jakarta: Prenada Media group, 2009)
Hasbullah, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta:
RajaGrafindo Persada dan LSIK, 1995)
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam ,(Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, Cet II, 2001)
H. Abdul Jamil, dkk, Islam dan kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gama Media, 2000)
Haidar Putra Daulay, MA., Sejarah Peertumbuhan dan Pembaharuan
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Wacana Prenada Media Group, 2007)
Musyrifah Sunanto, Sejarah peradaban Islam Indon
esia, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010)
http://spendiknasislam.blogspot.com
[1]
Peter salim, The Contempory Inggris – Indonesia Dictionary,
(Jakarta: Modern Inggris Press, 1996) h. 2099
[2]
Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA., Sejarah
Peertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Wacana Prenada Media Group, 2007) h. 15
[3]
Ibid. h. 16
[4]
Musyrifah Sunanto, Sejarah peradaban Islam
Indonesia, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010), h.17-22
[6]
Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA., Sejarah
Pertumbuhan dan Pembauran Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kecana,
2009) h. 14
[7]
Ibid, h. 17
[12]
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam
,(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet II, 2001) h. 143
[13]
H.
Abdul Jamil, dkk, Islam dan
kebudayaan Jawa (Yogyakarta:
Gama Media, 2000) h. 240- 244
[14]
Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
(Jakarta: RajaGrafindo Persada dan LSIK, 1995), hlm. 51
[16]
Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA., Opcit.
h. 29-30
[17]
DR. H. Ahmad Syafi’I Noor, orientasi
Pengembangan Pendidikan Pesantren Tradisional, (Jakarta: Prenada Media
group, 2009) h. 150
[18]
Ibid, h. 153
[19]
Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA., Lok
cit h. 34-35
[20]
Ibid. h. 35
[21]
Ibid. h. 37
[22]
http://spendiknasislam.blogspot.com , diambil pada hari senin tanggal 9
Desember 2013
mohon yang ingin copas data ini harap memberi coment .... thanks
BalasHapus